Ads 720 x 90


siap ngiklan

Tentang Blog "Jang Utara"

Blog ini dibangun sebagai catatan dan sebagai media mengingat kembali hal-hal mengenai suku Rejang Utara yang semakin lama semakin banyak kekayaannya yang hilang, tergerus perkembangan zaman dan kurangnya tindakan nyata untuk pelestariannya.

Aku bukanlah keturunan suku Rejang. Ayahku dari suku Pasemah, Desa Lubuk Ladung, Kedurang. Ibuku dari suku Serawai yang juga ada keturunan Lintang Empat Lawang dari sebelah nenek. Ibuku lahir di Desa Lingge, dan dibesarkan di kampung kakekku di Desa Sembayat, Tais.

Melihat dari bibit yang aku terima, mungkin beberapa orang bertanya-tanya mengapa aku berniat membangun catatan tentang suku Rejang.

Logo Blog Jang Utara

Perkenalanku Dengan Suku Rejang


Aku dilahirkan, dibesarkan, dan hingga sekarang tinggal di Desa Kuro Tidur. Salah satu desa pribumi di Kabupaten Bengkulu Utara yang berpenduduk asli Suku Rejang. Jadi walau bagaimanapun, keseharianku pastilah akrab dengan kehidupan suku rejang.

Aku melihat dan merasakan langsung perubahan sosial budaya di desaku ini. Yang mungkin dulu sebagian orang menganggap sangat kampungan, hingga sekarang tampak lebih modern.

Arus modernisasi tentu saja membawa dampak positif bagi kehidupan di kampungku, orang-orang menjadi lebih menghargai waktu, lebih terbuka kepada informasi dunia, dan tentunya berfikir ekonomis dalam menjalani kehidupan sebagai orang modern.

Lebih Menghargai Waktu


Kita semua maklum saat ini orang-orang lebih menghargai waktu. Yah, ini merupakan salah satu keberhasilan pendidikan di Indonesia. Yang mana sejak aku duduk di bangku sekolah dasar atau mungkin dari sebelum itu, kita selalu dicekoki dengan slogan "Waktu Adalah Uang".

Orang-orang tua kami pun selalu mengingatkan slogan populer itu. Sehingga sekarang, generasi setelah itu menerapkannya dengan baik. Hingga adat budaya yang terlalu buang-buang waktu tidak lagi dipakai.

Segala sesuatu yang dahulu dirasa biasa karena sesuai dengan adat-istiadat, sekarang terasa bagai buang-buang waktu. Bahkan beberapa tradisi yang dulu biasa itu saat ini dianggap buang-buang waktu.

Maka jangan heran bila sekarang adat-istiadat menjadi sangat simpel, karena pengurus adatnya pun adalah orang-orang modern.

Lebih Terbuka Kepada Informasi Dunia


Aku rasa semua orang di kampungku saat ini telah memiliki smartphone. Sama dengan orang-orang di penjuru dunia pada umumnya. Sehingga arus informasi yang begitu cepat saat ini juga bisa diterima oleh orang kampungku saat itu juga.

Tentang gaya hidup, promosi, discount, online shop, himbauan pemerintah, pelajaran agama dan sebagainya mereka terima dengan baik melalui gawai mereka. Sangat modern, sehingga yang tidak di temukan di internet menjadi sesuatu yang ketinggalan zaman menurut sebagian orang. Ini secara umum, dari yang masih duduk di Sekolah Dasar, hingga yang sudah memasuki masa pensiun.

Berfikir Ekonomis


Sebagaimana orang modern umumnya, berfikir ekonomis adalah ciri modernitas yang disesuaikan dengan hukum ekonomi "Dengan modal yang seminim-minimnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya". Faham modern ini juga sudah dipakai disegala sendi kehidupan kampungku, tentu saja di kampung-kampung modern lainnya juga.

Dengan alasan itu, maka tidak heran hal-hal yang dianggap hanya buang-buang uang akan ditinggalkan dan ini sesuai dengan ajaran agama untuk meninggalkan hal-hal yang bersifat mubazir.

Modernisasi Versus Adat dan Seni Budaya


Menghargai waktu sebagai uang, mengetahui informasi dari daerah lain, dan berfikir ekonomis sebagai ciri orang modern sebagaimana yang dituliskan sebelumnya mungkin tidak disetujui oleh sebagian kecil pakar ilmu sosial. Tapi kenyataannya, kehidupan sosial saat ini terutama di kampung tempatku tinggal memang berpendapat demikian untuk mendefinisikan kehidupan modernisasi. Dan saya rasa juga tidak bertentangan dengan definisi modern itu sendiri.

Tapi bila anda termasuk yang setuju dengan definisi modernisasi kehidupan sosial di kampungku tersebut, maka wajar saja Adat dan Seni Budaya, serta kearifan lokal di wilayah-wilayah yang sedang berkembang sedikit demi sedikit mulai tergerus menuju hilang. Begitupun di kampungku.

Adat Istiadat


Saat ini adat yang telah dianggap ngejelimet sudah mulai ditinggalkan, atau diganti dengan yang tidak membuang-buang waktu, tidak mengeluarkan banyak modal, atau diganti dengan cara daerah lain yang lebih simpel dan lebih ekonomis.

Bila kejadian ini terjadi juga di daerah sobat, berarti daerah sobat sudah modern.

Seni dan Budaya


Seiring dengan adat yang mulai samar, yang penting ada tanpa mempedulikan makna dan kesakralan adat istiadat, tentu juga akan berdampak kepada Seni dan Budaya di suatu daerah.

Seni dan budaya pada awalnya tumbuh untuk memenuhi kebutuhan adat, lalu berkembang menyesuaikan dengan kebutuhan zaman. Kemudian dipengaruhi oleh modernisasi.

Bila adat sudah tidak memperhatikan kesakralannya pada suatu daerah, maka banyak hal dari kesenian di daerah tersebut akan padam dengan sendirinya. Orang-orang akan berfikir realistis, untuk apa dipelajari toh tidak dipakai. Dan sekalipun masih ada wadah untuk belajar, orang-orang modern pasti akan berfikir ekonomis: "Dibayar berapa?".

Budaya yang kemudian turut me-mupus adalah budaya hubungan sosial. Misalnya panggilan atau kata pengganti nama.

Sebagian besar suku di sumatera memiliki kata pengganti untuk menyebut seseorang yang berkerabat dengannya, begitupun pada suku rejang. Yang sebenarnya dengan hanya mendengar panggilan seseorang kepada seseorang, kita bisa mengetahui hubungan antar orang tersebut dengan sangat detil.

Tapi, saat ini kita tidak bisa lagi menentukan hubungan kekerabatan seseorang hanya dengan mendengar kata pengganti nama yang mereka sebutkan.

Pengaruh Modernisasi Terhadap Kearifan Lokal Lainnya


Modernisasi kehidupan sosial tidak hanya menyerang sistem sosial masyarakat, adat istiadat, seni dan budaya. Modernisasi juga akan mempengaruhi jumlah Kearifan Lokal non Adat. Sebut saja hewan, tumbuhan, dan kerajinan tangan.

Betapa sangat modernnya, apabila kita melihat di sebuah rumah terdapat hewan yang diawetkan. Namun dampaknya, perburuan hewan endemik semakin luas. Bahkan kegiatan ini didukung harga pasar yang sangat menggiurkan.

Tak jauh berbeda dari hewan, tumbuhan juga bernasib sama. Rambutan misalnya, Bengkulu Utara dahulu memiliki rambutan khas yang bernama Bluwen dan Usea. Tapi entah bagaimana kabar kedua rambutan itu sekarang, masih adakah, atau memang sudah punah.

Bluwen dan Usea tentu saja ditinggalkan oleh orang modern. Tampilan dan rasanya tidak seenak rambutan aceh, atau rambutan lain yang lebih manis, ngelotok, dan bertampilan menarik.

Tentang Blog "Jang Utara"


Dari uraian sebelumnya, saya merasa keren kalau saya bisa mencatat banyak hal mengenai kearifan lokal yang ada dan yang pernah ada di Bumi Rejang Utara (Jang Utara).

Kenapa Merasa Keren..?

1. Karena Sudah Banyak Orang Rejang Yang Tidak Peduli Dengan Budaya Mereka Sendiri


Mitos dan Legenda sepertinya menjadi hal sangat anti dibicarakan bagi kehidupan modern, apalagi untuk mempercayainya. Ini karena orang-orang modern lebih percaya kepada sejarah, ilmiah, dan saint. Jadi yang tidak sesuai dengan fakta logika harus ditinggalkan.

Aku tau, catatan budaya yang akan dicatat di Jang Utara ini tidak akan menempati top rank google search. Tapi semoga dapat menginspirasi sobat-sobat daerah lain yang bernasib sama.

2. Karena Modernisasi Akan Merindukan Sejarah Yang Hilang


Cerita legenda dan mitos bukanlah sejarah, karena tidak memenuhi syarat sesuatu bisa dianggap sejarah. Tapi aku percaya, suatu saat nanti akan ada orang-orang yang merindukan sejarah bahwa pernah ada legenda dan suatu kepercayaan leluhur di daerahnya.

3. Karena Bangsa Yang Tidak Memiliki Sejarah, Tidak Memiliki Tanah Air


Bila kita memiliki tanah air sebagai suatu bangsa, maka sudah seharusnya kita memiliki sejarah bagaimana kita bisa menjadi bagian bangsa yang besar ini.

Dan bila mengaku sebagai bagian suatu suku bangsa, maka jelaskanlah bagaimana kehidupan komunitas sukumu hingga menjadi seperti sekarang.
Blog ini dibangun sebagai catatan dan sebagai media mengingat kembali hal-hal mengenai suku Rejang Utara yang semakin lama semakin banyak kekayaannya yang hilang, tergerus perkembangan zaman dan kurangnya tindakan nyata untuk pelestariannya.

Diobah meksud ku menea blog yo, amen ade gi lak sesamo cematet gesi bae gi ade nak taneak jang utara, jang pesisia yo, ba ta sesamo.
Bocah Lereng
Aku sudah lama mengenal blogger, tapi baru belajar menulis. Biasanya aku cuma baca-baca doang. Terima Kasih

Related Posts

Posting Komentar

Pembaruan Gratis Via Email